SELONGSONG PELURU
Foto Pekan Ini di Harian Kompas (9 Oktober 2011) menampilkan selongsong peluru yang dihiasi ukiran Ramayana atau Mahabarata. Kerajinan ukir selongsong peluru karya I Made Sumerta kini tak hanya dipesan para anggota TNI tetapi juga menjadi suvenir yang dicari oleh wisatawan domestik maupun mancanegara.
Aku ingat persis di Museum Bahari pernah bersua dengan selongsong seperti itu. Terukir di sana seekor menjangan yang terpanah dan tokoh wayang yang Bali banget. Rama mestinya dia karena dalam Ramayana adalah Rama yang pergi mencari menjangan sedangkan Laksmana tinggal untuk menjaga Sinta.
ANEKA SIMPUL
'For if...a bird with a broken neck could fly away, what else might be possible? ...it may happen...that the wind be imprisoned in a bit of knotted string...'
Ketika Annie Proulx membubuhi alinea terakhirnya di The Shipping News dengan cerita tentang angin yang mungkin bisa dipenjara oleh sepotong simpul, begitu saja benak meluncur kepada macam-macam simpul yang pernah aku lihat di Museum Bahari.
Demikian pula ketika usai membaca kisah Yos Sudarso, menyembul pertanyaan adakah KRI Matjan Tutul diantara miniatur kapal perang yang ada di Museum Bahari.
Hanya sebuah museum kecil memang tapi setelah pernah berkunjung ke sana, ada-ada saja hal yang membuatku teringat kepadanya. Jangan-jangan aku sudah jatuh suka tanpa menyadarinya. Hm! Memang tak bisa tak diakui jika museum ini meninggalkan kesan dalam.
MENATAP MASA DEPAN
Apa yang membuat museum ini memikatku sedemikian rupa. Aku mencoba mencari jawab. Apakah karena di sana aku pernah melihat seorang bocah laki-laki menatap foto tentara yang melakukan penerjunan parasut. Penerjun melayang di udara, memegang tali parasutnya. Sebuah foto yang menjadi awal dari mimpi dan cita-citanya. Menyalakan harapan, gairah serta keberanian untuk meraih masa depan yang cemerlang. Ketika seorang anak meninggalkan museum dengan langkah yang terinspirasi untuk menggapai cita-cita setinggi langit, maka museum itu luar biasa.
Museum Bahari juga menarik karena staf yang lincah menjelaskan apa saja. Pengunjung bisa bertanya perihal apapun, staf akan menanggapi dengan ramah dan semangat. Jadi jangan meninggalkan museum tanpa tahu mengapa ada Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) yang dinamai menurut pahlawan (diponegoro), ikan (todak), senjata (rencong), dll. Tempat bertanya yang tepat tentu saja staf-staf museum. Juga, coba deh belajar mengenal berbagai macam bunyi peluit dan fungsi masing-masing.
SAPU TANGAN
Atau bisa jadi aku suka Museum Bahari bermula dari sapu tangan. Jika orang bisa dibikin jatuh hati oleh lirikan, mengapa tidak jika dia adalah sebuah sapu tangan. Lagipula aku memang menyukai sapu tangan, terutama karena dia dapat menyelamatkan beribu-ribu lembar tisu dan uluran sebuah sapu tangan kepada orang yang membutuhkan adalah simbol kepedulian terhadap sesama.
Apalagi sapu tangan itu istimewa karena tercetak Hree Dharma Shanty disana. Motto Akademi TNI Angkatan Laut, artinya malu berbuat cela. Sederhana, ringkas, tetapi siapa yang meniti hidupnya dengan satu kalimat itu maka dia adalah manusia terhormat. Aku kira merupakan kebanggaan setiap anak memiliki orangtua yang menjunjung tinggi integritas.
PRASASTI PERESMIAN
Di atas segala-galanya, sebab aku menyukai Museum Bahari kiranya terukir di Prasasti Peresmian, 'DIY provinsi agraris, miskin wawasan bahari padahal DIY bagian dari negara kepulauan yang terbesar di dunia. Peresmian Museum Bahari menjawab tantangan tersebut. Sekali layar terkembang pantang surut.'
Untuk menumbuhkan wawasan bahari di tanah agraris memang diperlukan perjalanan panjang dan bukannya tanpa kesulitan. Namun, tidak menjadi halangan untuk sebuah permulaan menjadi nyata. Salut! Semoga kerja keras akan terus berlanjut. Jalesveva Jayamahe!
Tanggal Terbit: 27-11-2011 |