MUSEUM KAYU TUAH HIMBA
Nama Museum Kayu Tuah Himba di Tenggarong, Kalimantan Timur diambil dari semboyan Tuah Himba Untung Langgong, artinya menjaga kekayaan hutan/alam maka manfaat yang diperoleh akan langgeng.
Museum Kayu Tuah Himba layak memperoleh respek kita yang dalam. Tidak hanya tentang di seluruh Kalimantan hanya terdapat dua museum kayu yakni Tuah Himba dan Museum Kayu Kebun Raya Unmul Samarinda. Setidaknya terdapat usaha untuk memperkenalkan kekayaan hutan kepada pengunjung meski dengan segala terbatasan. Semoga pengunjung akan terinspirasi untuk ikut merasa kaya, menyayangi hutan, menjaga kelestarian alam di negeri ini.
Sebagian besar koleksi Museum Tuah Himba berupa fosil kayu, log atau batangan kayu dari pohon yang tumbuh di hutan Kalimatan, contoh jenis-jenis kayu, herbarium dan biji-bijian. Kerajinan kayu dan rotan seperti miniatur rumah adat, ukiran Dayak, mandau, serta aneka perabot rumah tangga.
KOLEKSI LOG KAYU
Sebatang log ketapang paling menyita perhatianku. Karena ketapang adalah pohon yang disebut-sebut Multatuli (1820-1887) dalam Max Havelaar. Alkisah di masa kecil Saijah dan Adinda suka bermain-main di bawah pohon ketapang di tepi hutan. Ketika beranjak dewasa mereka berjanji akan bertemu tiga tahun kemudian. Saijah meninggalkan desa untuk bekerja di tempat lain agar dapat mengumpulkan uang membeli kerbau dan menikahi Adinda.
'Tunggulah aku di hutan jati, di bawah ketapang di mana kau memberiku kembang melati,' kata Saijah sebelum meninggalkan Badur. 'Ya, Saijah, aku akan menunggu di bawah ketapang...'
Ketapang juga memulai kisah Sitti Nurbaya buah pena Marah Rusli. Ceritakan Nurbaya dan Samsu sedang menunggu delman untuk pulang sekolah bersama, 'Kira-kira pukul satu siang, kelihatan dua orang anak muda, bernaung di bawah pohon ketapang yang rindang, di muka sekolah Belanda Pasar Ambacang di Padang...'
Ketapang...
Mungkin suatu hari aku akan pergi ke kota Ketapang dan orang-orang akan bertanya mengapa. Aku akan berkata karena namanya Ketapang, lalu orang-orang menatapku bingung. DW orang sana saja bilang tak ada yang menarik paling Pantai Pagar Timun. Katanya kota kecil. Tapi bukankah kata 'ketapang' mengandung indah yang sempurna dengan sendirinya
Iya, suatu hari akan kuceritakan juga kisah seorang laki-laki yang duduk di bawah pohon ketapang. Memandang saja ombak Samudra Hindia sambil mengisap rokok yang dilintingnya dari daun nipah. Ketapang yang tumbuh di Pantai Air Dingin itu, kata orang-orang dah lebih tua umurnya dari setiap matahari pagi.
MINIATUR RUMAH ADAT
Sebenarnya sayang karena aku hanya memiliki sepuluh menit di sini. Museum sudah waktunya tutup ketika aku tiba. Gara-gara salah ukur jarak maupun waktu. Tadinya aku tidak begitu yakin jika jauh seperti dikatakan orang-orang. Jadi santai saja aku berlenggang dari Museum Mulawarman, malahan sempat singgah ngopi dan berhenti beberapa kali memotret kupu.
Tiba di depan Museum Tuah Himba persis lega-leganya karena museum masih buka, terdengar suara kain gorden ditarik, lalu cetet lampu dimatikan. Hah! Langsung deh beta ngeludruk masuk heboh laksa pasukan Hanoman menyerang Alengka. Minta waktu sepuluh menit. Embel-embel, 'Pak, saya datangnya dari jauh, besok pagi sudah mau pulang.' Hehe...turis payah...
...
Waktu yang pendek sebagiannya aku habiskan berduaan dengan log-log kayu yang berbanjar rapi di lantai. Sebenarnya mengapa log itu begitu menarik. Mungkin sama ya dengan orang-orang yang selama ini kita seringnya berpapasan namun hanya saling mengucap selamat pagi dan berlalu. Tetapi sekarang kita bisa melihat sampai kedalam dirinya. Begitu kira-kira. Karena sering berjalan kaki, jadi aku sering bertemu pohon-pohon. Jika selama ini hanya melihat pohonnya, yaa senang sekarang bisa menjenguk 'isi hatinya'.
JALAN MENUJU MUSEUM
Sepuluh menit tiba tanpa permisi. Tidak peduli jika kita sedang tenggelam dalam nostalgia atau tidak.
Aku tak punya pilihan kecuali melangkah keluar. Bisanya menatap museum mungil ini dari luar. Sebatang pohon sungkai (atau kisabrang) menaungi papan nama museum. Matahari rasanya masih tinggi. Senja memang masih belum tiba. Baru jam empat lewat. Seekor kupu-kupu masih giat-giatnya mencari nektar di bunga soka.
Sampai bersua kembali Tuah Himba. Dengan harapan semoga pihak yang berwenang akan memfokuskan pengembangan museum pada titik dimana tempat ini menyandang namanya: Museum Kayu.
Semoga pohon-pohon akan lestari...
Tanggal Terbit: 31-05-2009 |