MUSEUM INDO' TA'DUNG
CATATAN DARI TANA TORAJA. Pertengahan Februari 2009, aku mendarat di Bandara Sultan Hasanuddin pukul delapan malam. Buru-buru turun lalu memburu shuttle menuju jalan raya. Karena ramai aku duduk di lantai shuttle. Selanjutnya menunggu bis menuju Rantepao dengan rasa waswas juga. Untung masih dapat bis menuju ibukota kabupaten Tana Toraja (sekarang mekar sebagai Toraja Utara). Jarak perjalanan 250 kilometer. Pagi-pagi hampir pukul enam aku tiba di Rantepao dan bis persis lewat di depan Wisma Maria I.
Hari pertama aku langsung keliling Batutumonga, Lokomata, Pana, Tikala. Desa-desa dengan pemandangan khas Toraja.
Hari kedua aku berkunjung ke situs purbakala Karassik, kemudian Buntu Pune. Di tempat terakhir ini, dengan sedikit memanjat kita akan menemukan reruntuhan benteng batu. Seekor walik kembang yang cantik kaget melihatku dan langsung kabur. Sebelum hari berakhir aku mampir ke kampung megalitik Kete Kesu. Tanpa menduga akan menemukan Museum Indo’ Ta’dung.
KOLEKSI MUSEUM
Museum Indo’ Ta’dung berdiri pada tahun 1988, kedua di seluruh Tana Toraja setelah Museum Buntu Kalando (berdiri sejak 1970-an dan diresmikan pada tahun 1984). Nama museum dipilih dari pinisepuh yang dihormati, pedagang dan kolektor barang antik. Indo’ Ta’dung meninggal tanpa anak sehingga keluarga Ne’ Duma memutuskan membangun museum untuk menyimpan koleksi beliau. Selanjutnya museum juga memperoleh sumbangan dari anggota keluarga lainnya.
Sebagian besar koleksi disimpan di dalam lemari kaca maupun rak-rak dengan penerangan lampu pijar yang sederhana. Meliputi koleksi numismatika, keramik antik, perabot rumah tangga Toraja yang terbuat dari kayu, maupun tembikar penyimpan beras, tempat menginang, hingga parang dan keris, serta selimut dari serat kulit pohon.
Museum Indo' Ta'dung yang mungil
Bagian yang paling mencuri perhatian di museum adalah tiang berbentuk pria menyokong langit-langit rumah dengan sepasang lengannya. Di sebelah kanannya berdiri patung kayu seorang perempuan berkebaya dan bersanggul, sebatang rokok menyelip di jemari tangannya. Beliau adalah Indo’ Ta’dung, sang penjahit Merah-Putih yang pertama berkibar di Tana Toraja. Sedangkan di dinding sebelah kiri tergantung foto Indo' Ta'dung seorang wanita karismatik.
Sore sudah tiba ketika aku memutuskan kembali ke Rantepao naik bemo. Turun di Jl. Andi Mappanyukki untuk membeli durian palopo satu talaja (satu renteng terdiri dari tiga durian yang diikat dengan tali dari daun inru/aren). Esoknya aku keluyuran lagi ke Lemo, Tilanga, Londa. Sempat juga akhirnya belok ke Sullukang.
Berjalan sendirian aku di Tana Toraja, negeri yang aman, masih memiliki pemandangan alam, langit biru, dan udara yang sejuk. Para pemandu tempat aku bertanya adalah penduduk setempat dan anak-anak yang aku jumpai di sepanjang jalan. Anak-anak kadang menyapaku dengan bahasa Inggris, dengan gagah aku jawab dalam bahasa mereka: Mbani male? (Biasanya terus anak-anak tertawa, hehe salah kali ya :)
Alamat: MUSEUM INDO' TA'DUNG Kete Kesu Toraja Utara Sulawesi Selatan
Tiket: Donasi |