Batu Nisan Soe Hok Gie, Museum Taman Prasasti, Jakarta
| |
MUSEUM KARETA KARATON NGAYOGYAKARTA YOGYAKARTA
Museum Kareta Karaton Ngayogyakarta, Senin, 20/6/2016. Dua ruangan yang berhadapan timur-barat itu masing-masing menyimpan Kereta Garuda Yeksa dan Roto Praloyo. Kereta pertama digunakan pada saat penobatan raja, kereta kedua untuk mengantar jenazah raja menuju pemakaman. Tiba-tiba rasanya, segala jaya dan tenar, dan kematian hanya sejarak belasan kotak ubin yang memisahkan kedua ruangan. Tempus fugit hey...
RUANG PAMER (SAYAP UTARA)
Jadi hari Senin ada museum yang bukakah. Yoo! Museum kereta gak jauh dari kantor pos besar. Lewat Gapura Pangurakan, Masjid Gedhe, kitari setengah alun-alun (Bung Karno pidato Trikora di sini), dan setelah berkali-kali berkata tidak kepada bapak-bapak becak #tetepsopanitupenting, sampai deh di Royal Mews-nya Indonesia.
Royal Mews adalah rumah kereta dan istal yang dimiliki oleh keluarga Kerajaan Inggris. Sedangkan Museum Kareta Karaton Ngayogyakarta adalah milik Keraton Ngayogyakarta. Meski disebut museum namun bukan berarti tempatnya kereta-kereta dimuseumkan. Jadi gak kayak museum keretaapi tempatnya pensiunan loko-loko. Kereta-kereta di sini masih difungsikan. Pada tahun 2013 misalnya, saat pernikahan Hayu-Notonegoro, Kereta Wimanaputra, Kereta Mondro Juwolo, Kereta Jongwiyat digunakan berturut-turut oleh Sultan HB X, Paku Alam IX, dan mempelai menuju Gedung Kepatihan dari keraton.
Jadi tidak semua kereta-kereta kuda ini diperuntukkan raja. Ada juga untuk anggota keluarga, bupati keraton, komando pengawal, penari, serta tamu mancanegara. Menguping pemandu bahwa kereta landower wisman pernah digunakan oleh Charles-Diana. Sebenarnya bukan informasi yang penting bagiku tapi kok ya memicu rasa ingin tahu tentang berbagai kereta kuda. So! penelusuran pun dimulai; dari sebuah fiksi gotik yang diterbitkan pada 1897: Dracula. Ternyata ada loh museum untuk kereta kuda yang digunakan di film Dracula, yaitu Mossman Carriage Collection, Inggris.
KERETA JONGWIYAT
Bagi peminat kereta, museum memiliki koleksi sejak masa Sultan HB I yaitu Kereta Nyai Jimad. Kereta Mondro Juwolo dari masa Sultan HB III dan dimiliki oleh Pangeran Diponegoro. Kereta Manik Reno, Kereta Wimorotomo, Kereta Jongwiyat berturut-turut dari masa Sultan HB IV, Sultan HB VI, dan Sultan HB VII. Beberapa dari masa Sultan HB VIII adalah Kereta Roto Praloyo, Kereta Kus Gading, dan Kereta Rejo Pakowo. Sedangkan Kereta Kutha Raharjo dibeli pada masa Sultan HB IX.
Sejumlah 23 kereta dipamerkan di museum dengan ventilasi yang baik. Angin yang hilir mudik mengalirkan nyaman meski tidak dengan sendirinya berarti betah. Lebih karena koleksi bersejarah ini tidak dilengkapi pelabelan yang memadai. Sayang yaah..
ORNAMEN KERETA KUDA
Kereta kuda tidak hanya memiliki sejarah, juga ornamen dan pernak-pernik. Seperti mahkota kencana (konon dari emas benaran loh), ular atau naga, singa, patung, flora, etc. Sebagian koleksi memiliki tanda kesultanan, terletak di pintu, pegangan pintu, atau lampu kereta. Hayo cari, dimana pabrik pembuat meletakkan dirinya. Macam2 loh, ada yang dari Belanda, juga Jerman.
Tentu saja penasaran pun menyembul tanpa permisi. Hal seperti apa rasanya duduk didalam kereta yang ditarik kuda-kuda. Menilik rodanya yang ban mati sih sudah bisa dibayangkan...hehe. Sesaat di museum, aku gak dengar ada yang bertanya tentang harga kereta. Memang juga mesti diakui, kereta-kereta tidak kelihatan kinclong seperti mereka yang terlihat di Royal Mews.
KUDA DI ISTAL MUSEUM
Diantara yang unik adalah kereta disajeni. Hal serupa pernah aku lihat di kandang kuda di Candi Gedong Songo. Beginian kendati termasuk urusan yang asing bagiku. Tapi aku tahu ada makhluk-makhluk dan dunia yang jauh lebih luas daripada yang dapat dijangkau oleh pancaindra manusia; yang justru menurutku mempertontonkan kreativitas dan kejeniusan-Nya dalam penciptaan. Jadi aku akan meletakkan relasi dengan mereka, tidak dengan takut dan takluk, tetapi respek sebagai makhluk setara yang diciptakan oleh Tuhan yang sama.
DELAPAN PULUH DUA CIRI KUDA
Selain kereta tentu saja museum juga mengoleksi rupa-rupa peralatan kuda seperti pelana, sarungan kepala, lis (tali kekang), etc; kayak di cerita Black Beauty hye: ‘Everyone may not know what breaking in is, so I will describe it. To break in a horse is to teach it to wear a saddle and bridle, and to carry on its back a man, woman, or child; to go just the way the rider wishes, and to do so quietly. Besides this, the horse has to learn to wear a collar, a crupper, and a breeching...’
Sejumlah patung kuda, foto, dan sketsa dapat dijumpai diantara koleksi. Patung kuda putih mungkin suatu gambaran tentang kuda Diponegoro. Mengesankan adalah delapan puluh dua ciri kuda yang baik, seperti: jompong kang gede duwur biyat; kuping kang muluh tinigas, etc. Yaah, dalam bahasa Jawa..hehe sama gak ngertinya. Gpp, untuk diketahui saja adanya hal teliti seperti itu di dunia, gak keluar dalam ujian ^_^
So begitulah suatu hari yang hujan masih turun karena anomali cuaca, tentang pergi ke museum dan pulang beli es duren itu dikisahkan. Terima kasih telah mengambil bagian dalam terjadinya cerita sebagai pembaca.
Jadi hari Senin ada museum yang bukakah. Yoo! Museum kereta gak jauh dari kantor pos besar. Lewat Gapura Pangurakan, Masjid Gedhe, kitari setengah alun-alun (Bung Karno pidato Trikora disini), dan setelah berkali-kali berkata tidak kepada bapak-bapak becak #tetepsopanitupenting, sampai deh di Royal Mews-nya Indonesia. Tanggal Terbit: 06-07-2016 |