Beranda

Kontak

Kontribusi

 

Tahukah Anda...

Kain geringsing berasal dari Desa Tenganan Pegeringsingan, Kabupaten Karangasem, berfungsi sebagai penolak bala dan dipakai pada waktu upacara agama. Dibuat dengan teknik ikat ganda dan diberi hiasan motif flora, fauna, dan wayang, diantaranya disebut motif buah pepare, bunga cemplong, wayang putri, kalajengking, dan sebagainya (Museum Bali, Denpasar).

 

Kategori Museum

 

  Arkeologi (7)

 

  Benteng (3)

 

  Biologi (9)

 

  Geologi (4)

 

  Lain-lain (8)

 

  Militer (4)

 

  Negeri/Daerah (19)

 

  Pribadi (7)

 

  Sejarah (14)

 

  Seni (7)

 

  Tokoh (14)

 

  Transportasi (3)

   
Publikasi Terkini
 
Pencarian
 

  
Berlangganan Berita
 

  



Museum Joglo Ciptowening, Imogiri

 

Pengantar | Komentar | Galeri Foto


dieng_museum.jpg

MUSEUM KAILASA, DIENG, JAWA TENGAH

Bangun tidur langsung kupentang lebar-lebar dedaunan jendela. Udara segar pun menyeruduk dengan riang gembira. Brrr...setiap butir dingin terasa nikmat dan manis setelah meringkuk 14 jam dalam kantong doraemon *gilaa nih tidur apa hibernasi*
Selamat pagi, DIENG! Selamat beristirahat makhluk-makhluk nokturnal..
Hee..ada burung bentet di pohon cemara..mengantar berkat dari para dewa untuk bumi pada hari ini.

Setelah melahap sepiring nasi goreng, sikat gigi, byurbyurr cuci muka lagi, aku pun cabut.

06:24. Preeet!! Dapat foto daun kentang di ladang orang. Aha! Nih dia cabe dieng dan bunganya yang ungu ametis. Mirip paprika kecil tapi si cabe kata Pak Tani walau pedes ga bikin maag.

07:00. Tiba di kompleks percandian Arjuna. Tak ada sisa kabut, setetes pun. Bayar tiket sepuluh ribu termasuk Museum Kailasa dan Kawah Sikidang. Jalan setapak ke candi masih seperti ketika bareng Wi dan HP ke sana. Diapit pala buah, bungur, cemara. Zaman tahun 2009, tiket masih 6ribu.

 

dieng_arjuna.jpg

KOMPLEKS PERCANDIAN ARJUNA

Ada lima candi di kompleks ini, dinamai menurut wayang. Arjuna, Semar, Srikandi, Puntadewa, Sembadra. Ga tau apa nama aslinya. Lebih tua mereka dari Borobudur dan Prambanan. Profesor Soekmono memasukkan Arjuna, Semar, Srikandi dalam periode Dieng Lama yang didirikan antara 650-730 Masehi. Sedangkan lainnya selambat-lambatnya telah berdiri sebelum 800 Masehi. Total2 di masa Mataram Kuno-lah bangunnya. Atau zamannya Wangsa Sanjaya bertahta di Jawa Tengah.

Di latar belakang merentang puncak-puncak Pegunungan Prau. Pagi itu langit cerah. Terlihat juga Sindoro, salah satu gunung paling simetris di Pulau Jawa.

Dingin terasa menusuk telapak tangan. Aku terus mendokumentasi candi. Serasa berpacu dengan waktu saja.

 

dieng_kara.jpg

KACANG KARA

08:15. Ngopi di warung seberang Museum Kailasa. Ditemani sebungkus kacang kara atau dikenal lokal sebagai kacang dieng. Seorang ibu menata edelweis jawa untuk dijual. Sekilas melihatku yang mengamatinya, dia tersenyum. Ah! Pagi yang menghangatkan hati di Dieng. Loka para dewa berhias sekar ungu dimana-mana.

Jual juga di sini purwaceng sachet. Tumbuhan ini masih saudaraan dengan adas manis si bumbu wajib kari lan gulai. Purwaceng atau antanan gunung menurut van Steenis tumbuh di Jawa dari Gunung Pangrango (Jawa Barat) hingga Gunung Iyang (Jawa Timur) pada ketinggian 1800-3300 meter.

 

dieng_kailasa1.jpg

BANGUNAN KAILASA I

08:40. Museum Kailasa buka jam lapan. Terdiri dari dua bangunan. Bangunan depan, aku menyebutnya Kailasa I relatif sederhana, dihuni sejumlah arca dewa, arca singa, kala, lingga, yoni, artefak batu lainnya.

Kailasa II di belakang diresmikan pada 2008. Koleksi dipamerkan dengan apik, didukung pencahayaan memadai, lebih dari betah aku di sini. Apalagi koleksi juga dikelompokkan kedalam belasan kategori yang informatif. Demi urusan jadi gampang cerita, dikemas saja jadi Dieng Suatu Ketika, Dieng Kini, Dieng Purba.

 

dieng_kailasa2.jpg

MUSEUM KAILASA

Dieng Suatu Ketika adalah masa Hinduisme berkembang di Dieng. Museum menyajikannya melalui kategori Beragam Wujud Siwa, Arca Khas Dieng, Panteon Hindu, Cerita Ganesha, Prasasti, Bagian-bagian Candi, Dieng dalam Peta Percandian di Indonesia, Perbandingan dengan India dan Kronologi Percandian Dieng, Alat Upacara dan Rekonstruksi.

Suatu ketika tampaknya dewa favorit di dataran tinggi Dieng adalah Siwa. Ada arca Siwa serta duet Siwa dengan Wisnu (Hari-Hara), Siwa-Parwati, Siwa Nandisawahanamurti yang melukiskan Siwa duduk di pundak Nandi, yaitu kendaraan Siwa.

Siwa..pulang dari Dieng dapat penasaran apa itu. Kamus Sanskerta Monier-Williams menyebutnya: in whom all things lie...
Woww... 

 

dieng_trimukha.jpg

ARCA SIWA TRIMUKHA (KIRI)

Selain duo masih ada lagi kelompok trio, namanya Siwa Trisirah atau Trimukha yaitu arca Siwa berkepala tiga. Ada miripnya ga dengan Siwa Trimukha dari Elephanta Cave yang terkenal itu.

Selain di Museum Kailasa, Museum Nasional juga mengoleksi Siwa Trimukha. Dua yang aku tahu diperoleh dari Pekalongan dan Magelang. Berasal dari abad 9-10 dengan nomor inventaris masing-masing 1 dan 4. Artinya Trimukha asal Pekalongan adalah koleksi pertama Genootschap, kini Museum Nasional.

Hey! Cerita kok Siwa mulu. Lha iya...soalnya ini Museum Kailasa jee...
Di puncak Gunung Kailasa, bukankah Sang Siwa Mahadewa bertahta.
Tapi dataran tinggi Dieng asli kaldera dkl adalah kawah gunungapi aktif.

 

dieng_nandiswara.jpg

ARCA NANDISWARA

Oh yaa..adalagi arca Siwa sebagai Mahakala dipamerkan di Kailasa I. Lama kupandang karena rasa2 kok ada senyum tipis di sana. Setelah aku perhatikan, di wajah arca-arca Kailasa II seperti Durga Mahisasuramardini, Nandiswara, Dwarapala memang ada senyumnya loh.

Hee..bukan imajinasi ta...

Diperhatikan lagi bentuk wajah beda-beda seakan setiap arca dipahat menurut wajah seseorang yang hidup pada suatu masa.

 

dieng_ukir.jpg

KERAJINAN RAKYAT

Dieng Kini memperkenalkan kehidupan di Dieng via kategori Flora Fauna, Keseharian, Kepercayaan, Kesenian. Diceritakan elang jawa, caping dan kethu, rambut gimbal, mushalla yang khas, topeng lengger, hingga beberapa ukiran karya seorang petani tua sumbangan Rudi Corens, kurator Museum Mainan Anak Kolong Tangga.

Dieng Purba: Melalui Pembentukan Lingkungan Dieng kita akan mengenal sejarah dataran tinggi Dieng yang bermula barang dua juta tahun silam. Yaa..dinosaurus udah lama ga ada waktu itu tapi ada di Jawa gajah purba seperti stegodon yang gadingnya ga kira-kira panjang maupun beratnya.

 

dieng_bima.jpg

POHON PUSPA DI CANDI BIMA

09:40. Meninggalkan museum menuju Candi Gatotkaca, dilanjutkan ke Bima. Berbeda dengan teman-temannya, Candi Bima hadap timur. Satu lagi, menurut Jaques Dumarcay (1985), Bima adalah candi yang diubah menjadi candi buddha. Hal itu terlihat dari bilik pintu atau porch yang ditambahkan antara tahun 800 dan 830 Masehi, mengikuti model candi buddha awal abad kesembilan. Sementara Veronique Degroot (2010) berpendapat tidak ada bukti kuat Bima berafiliasi dengan agama apa.

10.11. Di sebelah SD Negeri 2 Dieng Kulon beberapa petani menjemur kentang.

10:27. Paling lima menitan di Candi Bima karena seorang laki-laki yang annoying. Balik ke Candi Gatotkaca. Otw ladang kentang sejauh mata memandang. Sulit mengatakan begini cara pertanian berkelanjutan. Junghuhn pernah ke Dieng pada 1854. Dia menceritakan Dataran Dieng yang diselimuti hutan.

 

dieng_beri.jpg

RASBERI

Matahari sudah berasa. Dingin surut menyisakan sejuk yang nyaman. Chullo dari NW dan jaket aku lepaskan. Orang-orang dulu bagaimana ya menyiasati dingin Dieng.

10:40. Ketemu laba yang jaringnya khas dengan bolongan di tengah. Pakar laba Takeo Yaginuma menamainya Leucage magnifica pada tahun 1954. Kecil gini tapi raksasa dia di kelasnya.

10:48. Sedikit terselip tapi menyapaku juga dia, rasberi (Rubus neveus) yang dilanda jejaringan laba.
Terima kasih laba. Terima kasih beri. I love you, too!

 

 

 

 

 

Tanggal Terbit: 10-06-2012

 

 
  Copyright © 2009-2020 Museum Indonesia. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.